Vera Farah Bararah – detikHealth
Jakarta, Hampir setiap hari murid dibekali pekerjaan rumah (PR) dari sekolahnya. Tapi seorang penulis anak-anak menuturkan bahwa PR harus dihilangkan karena bisa mengganggu kehidupan keluarga. Seberapa perlu anak diberikan PR?
“Semua esai dan lembar kerja seharusnya diselesaikan di sekolah, karena tugas kelas yang seharusnya dikerjakan 30 menit di sekolah bisa selesai tiga kali lipat lebih lama jika dilakukan di rumah. Hal ini akan membatasi waktu anak bersama keluarga,” ujar Eleanor Updale, seperti dikutip dari Telegraph, Selasa (11/5/2010).
Dr Updale menuturkan pekerjaan rumah tersebut akan membuat anak-anak menghabiskan waktu lebih banyak di dalam kamar atau rumah dibandingkan untuk bermain di luar. Beberapa negara ada yang tidak mewajibkan anak diberi pekerjaan rumah tapi hanya menganjurkan saja.
“Masyarakat harus melepaskan diri dari asumsi bahwa pekerjaan rumah adalah sesuatu yang baik. Padahal anak-anak juga perlu ruang untuk diri mereka sendiri dan melakukan sesuatu yang diinginkannya, karena terkadang beban pekerjaan rumah ini terlalu mengganggu,” ungkap Updale.
Menurutnya diperlukan pengaturan dan batas dalam pemberian pekerjaan rumah. Mengurangi tugas yang diberikan dari sekolah akan membantu mengurangi beban yang harus dibawa pulang oleh guru. Selain mengurangi efek negatif dari pekerjaan rumah yang bisa mengganggu kehidupan sebuah keluarga.
Meski demikian kesimpulan hasil penelitian ini masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Sementara itu Muhammad Rizal, Psi, psikolog pendidikan Universitas Indonesia saat dihubungi detikHealth, Selasa (11/5/2010) menuturkan tidak semua pekerjaan rumah mengganggu kehidupan keluarga atau sosial anak. Karena tergantung dari PR yang diberikan seperti apa dengan melihat jumlah serta tingkat kesulitannya.
“Jika jumlahnya terlalu banyak atau hanya satu soal saja tapi tingkat kesulitannya tinggi, maka bisa saja mengganggu si anak karena waktu yang dibutukan untuk mengerjakannya akan menjadi lebih lama,” ujar Rizal dari lembaga psikologi terapan UI.
Rizal mengungkapkan saat ini memang ada beberapa sekolah yang sudah tidak memberikan PR lagi pada murid-muridnya karena anak-anak sudah belajar di sekolah dari pagi hingga sore hari.
“Untuk menentukan apakah pekerjaan rumah diangap perlu atau tidak bisa dilihat dari berapa banyak waktu yang sudah dihabiskan anak di sekolah serta apa tujuan dari diberikanya PR tersebut, apakah untuk membantu anak melatih pelajaran yang sudah dipelajari atau untuk memperkuat pelajaran selanjutnya,” tambahnya.
Meski demikian sebaiknya anak tidak menggantungkan hidupnya dengan pekerjaan rumah. Karena ada atau tidak adanya PR yang diberikan oleh sekolah, setiap anak harus tetap belajar di rumah baik saat malam hari atau pagi hari sebelum sekolah.
Lamanya durasi belajar anak di rumah tergantung dari kecerdasan, materi, minat serta potensi dari anak. Namun rata-rata anak biasanya belajar di rumah sekitar 1-2 jam di malam hari, karena biasanya hanya pada malam hari anak memiliki waktu luang untuk belajar setelah pagi hari sekolah dan setelahnya mengikuti les atau bimbel (bimbingan belajar).
“Pekerjaan rumah sebenarnya juga bisa mengajarkan anak untuk bersosialisasi, karena jika anak tidak bisa mengerjakannya maka ia akan bertanya pada orangtua atau kakaknya,” ujar Rizal. (ver/ir
)
)