Guguran daun berjatuhan di atas kota Atlanta. Vanessa menggigil kedinginan. Ia duduk di sebuah bangku di taman dekat sekolahnya. Dia terdiam untuk beberapa saat lalu, saat ingin bangun dari posisi duduk…..
Bruk!
Dia jatuh pingsan. Seorang laki-laki melihat Vanessa jatuh di tanah, ia segera menggedongnya dan membawanya pergi.
*****
Lama-lama Vanessa membuka kelopak matanya, ia melihat dunia yang gelap, dia berkedip, dan samar-samar terlihat wajah sahabatnya.
“Chris…,” lirihnya nyaris tak terdengar.
Temannya yang bernama Chris itu kaget, “Vanessa!” Tapi, Vanessa jatuh pingsan lagi. Chris segera menaruh minyak kayu putih dibawah hidung temannya itu. Tetapi, tak ada hasil. Chris panik dan menggedong Vanessa lagi ke arah mobilnya. Ia pun menaruh Vanessa di jok belakang.
Chris menyetir mobilnya dengan kecepatan penuh ke klinik terdekat.
*****
Vanessa mencium bau obat-obatan.
“Dia sudah sadar,” ucap seseorang.
Sebuah wajah tampan muncul di depan Vanessa.
“Vanessa! Kamu bikin aku panik berat!”
Gadis cantik itu berusaha bersender di ranjang, kepalanya masih pusing. “I’m so sorry, Chris.”
Chris menghela napas, dia melihat mata Vanessa berkaca-kaca. “Hey, jangan nangis,” tegurnya. “Kamu pingsan di taman, lagi siapa suruh sakit-sakitan ke taman. Di cuaca ini? Vanessa, istirahat aja di rumah.”
Vanessa mengelap air mata yang hampir jatuh.
“Hmm, dia sepertinya tak sakit apa-apa,” ucap Dr. Gills.
“Dia sakit, dok,” balas Chris.
“Tak ada tanda-tanda dia sakit, tapi wajahnya pucat. Kurang makan?”
Vanessa mengangguk.
“Sepertinya hanya demam dan flu biasa, istirahat yang cukup, minum vitamin dan makan secukupnya,” saran Dr. Gills.
“Tapi suhunya, dok?”
“Oiya, saya lupa. Hehe,” canda Dr. Gills.
Ia mengukur suhu Vanessa. “Ya ampun, 42 derajat Celcius!”
Vanessa merasa lemah, pandangannya semakin pudar, matanya kunang-kunang, lalu semuanya terlihat gelap……..
*****
Vanessa terbangun. Ia melihat langit-langit kamarnya. Dia memegang dahinya. Panas. “Nessa! Kamu udah bangun?” tanya seseorang disebelahnya. Wajah kecil yang menggemaskan muncul. Vanessa mengelus pelan rambut adiknya. “I’m fine, dear.” “Tadi kata kak Chris, ka Nessa pingsan,” celetuk adiknya sembarangan. “Duuuh, Gabby. Kamu tuh ya,” ujarnya sembari mencubit pipi adiknya yang tembem. “Yang penting kakak sembuh.”
Vanessa hanya bisa tersenyum kecil.
*****
Chris menyetir mobilnya kembali ke rumahnya, disana ada teman-temannya yang sedang berkumpul.
“Hey, bro! Kemana aja?” cerocos Chaz, menepuk pundak Chris.
“We miss, ya….,” sambung Ryan, yang duduk di sofa.
“Chris habis ke sekolah,” kata kakaknya, Caitlin.
“Anak rajin,” ucap Chaz mengacak-acak rambut Chris.
Chris hanya diam diperlakukan seperti itu, hingga suatu pikiran menabraknya tiba-tiba. “Oiya, Justin dimana?”
Mereka bertiga menggeleng. “Biasa, sibuk,” balas Ryan, dengan wajah kusut.
“Tak ada kabar sedikitpun darinya,” lirih Chaz.
Caitlin tersenyum kecut dan pergi kearah dapur. Chris tak merespon teman-temannya, melainkan ia memikirkan Vanessa……..
*****
“Aw!”
Vanessa terbangun dan melihat dirinya jatuh dari tempat tidur. Terdengar suara langkah kaki dari luar.
“Ka Nessa!” pekik Gabby. Gadis kecil itu segera menghampiri kakaknya, “Are you ok?” Vanessa merasa lemah, ia tak bisa menjawab adiknya. Dari hidungnya, cairan merah mengucur deras. Ya, darah. Gabby panik, ia mengambil Hand phone kakaknya lalu memencet nomor seseorang.
Maaf bangeeeet, kalau cerita ini Ancur, Aneh, Pasaran, Jelek, Lebay, dll......... Maklum, penulis pemula.......
Kritik dan saran tolong di wall FB yaa........
Salam, Penulis
Nabila Meuthia Arifin
Sabtu, 26 Februari 2011
CERPEN : A Girl's Life
Diposting oleh
Anonim
,
di
Sabtu, Februari 26, 2011
Menerima berita dari blog di email Anda
Mendaftar dan menerima langsung di email Anda. Itu gratis! Masukkan alamat email Anda dan kemudian mengkonfirmasi untuk mulai menerima berita eksklusif Blog!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)