Sabtu, 26 Februari 2011

CERPEN : PERJALANAN KE SEKOLAH KITA

,
  Pertama bertemu sudah membuat aku jatuh hati, dan pertemuan berikutnya semakin memperparah sakit cintaku. Tiga tahun menjadi teman sekolahnya sudah cukup mematri kuat-kuat setiap gurat senyumnya dihatiku.
Saat kelulusan sekolah menjelang, ada perubahan sikap padanya. Dia terkesan menjauh dariku dan puncaknya dia menghilang tiba-tiba. Pulang ke daerah asalnya tanpa meninggalkan sedikitpun petunjuk keberadaanya. Tanpa pamit meninggalkan aku yang tidak mengerti ada apa?. Janji kami tidak tertunaikan.
Melalui tata usaha sekolah bia kuketahui tempat kelahirannya, namun daerah itu luasnya luar biasa. Aku membutuhkan banyak waktu dan dana untuk mencari seseorang. Seperti mencari jarum ditumpukan jerami. Itupun kalau dia belum pindah ke daerah lain. Namanya amat pasaran sehingga bila aku mencari di internet akan muncul ribuan nama serupa.
        Dia pergi tanpa mengikuti malam perpisahan sekolah. Acara meriah malam itu jadi bencana bagiku. Semua teman dan dewan guru mengerti benar rasa kehilanganku, namun tidak bisa berbuat banyak. Aku yang enerjik berubah pendiam sejak itu...... sejak malam perpisahan itu aku baru menyadari bahwa cinta bisa amat kejam dan memilukan.
        Setelah lama mencari, satu-satunya harapan adalan sekolah tempat kami menimba ilmu dulu. Setiap tahun ajaran baru aku berkunjung ke Ygyakarta dan berharap aku bertemu lagi disekolah kami. Ngobrol dengan dewan guru dan kadang reuni dengan teman satu angkatan. Aku bersikap normal dan biasa saja, tapi dewan guru terutama bu Tri guru Klimatologi itu, dan banyak temanku tahu pasti, bahwa kunjunganku bukan hanya untuk reuni tapi menunggu seorang kekasih bernama Aina. Walau aku tidak pernah bersikap cengeng dan membicarakan Aina.
        Aku menyerahkan cintaku pada nasib, siapa tahu nasib bermurah hati dan menggerakkan hati Aina untuk kembali berkunjung ke sekolah ini. Sekolah cinta milik kami. Ketempat penuh nostalgia.
Tempat dimana Aina suka melirik malu-malu padaku lantas memberikan sinar terang dari senyumannya. Aina....tega sekali dikau padaku, setidaknya berilah aku alasan, mengapa dikau pergi seperti raib di telan bumi???
------------------------
        Tahun-tahun berlalu, sudah empat belas kali aku berkunjung ke sekolahku tercinta. Jarak Pekan Baru Yogya bukanlah dekat bagi ekonomiku. Namun aku kini berbeda, pekerjaanku menjanjikan, aku semakin dewasa bahkan tua.
Dengan bus patas aku berangkat ke Yogya pada tahun ajaran baru ini, dan berharap Aina sudah juga datang dan menyabutku di gerbang sekolah. Sebuah angan-angan yang terpelihara selama empat belas tahun dan selalu menjadi harapan kosong ketika pulang, empat belas kali pula hancur kembali.
        Apapun yang terjadi aku bertekad inilah perjalanan cintaku yang terakhir, aku tidak lelah tapi berusaha realistis, walau berat. Aku sudah siap dengan segala kemungkinan. Tahun ke lima belas.........                .
Pada tahun ke empat belas kemarin bu Tri dan beberapa dewan guru memanggilku secara khusus. Bu tri nampak hati-hati menyampaikan maksudnya karena beliau tahu aku mudah patah arang.
        "Rum..... ibu tahu, kami disini tahu, kamu adalah pecinta yang setia, gigih dan tulus. Tetapi sekali ini dan yang terakhir dengarkan nasehat kami. Apa yang kamu harapkan dari Aina? Kamu berharap Aina datang menyambut cintamu dan kalian hidup bahagia selamanya, begitu?" bu Tri menghela nafasnya dan aku semakin terpuruk. Aku sudah bisa menduga arah pembicaraan ini. Intinya aku harus melupakan Aina, apa aku sanggup?
        "Coba kamu pikir Rum.... di usia kalian saat ini ada kemungkinan Aina sudah menikah, berbahagia dengan suaminya dan punya anak dua atau tiga....." Desss....telak sekali....
"Apa yang akan kamu lakukan Rum....? Tetap berharap mimpimu terwujud? meski berarti merusak kebahagiaan orang lain?" aku semakin tersudut.....
"Ini memang baru kemungkinan Rum, tapi sudah hampir bisa dipastikan dan kamu harus terima kenyataan bahwa Aina sudah melupakanmu. Sekarang kami ingi kamu meletakkan beban dan melangkah lebih ringan untuk masa depanmu sendiri. Rambutmu sudah satu dua memutih, harapan keluargamu juga ada dipundakmu, jangan egois Rum....."
Aku menangis seperti anak kecil di hadapan mereka, para guruku tercinta. Hatiku memang mendapat pencerahan, namun.....
"Tetapi bu.....Cinta harus di usahakan, saya memang bersedih hati karena harapan yang sia-sia ini, dan penyesalan saya akan semakin tidak tertanggungkan bila ternyata Aina masih pula berharap kesetiaan saya. Apa yang akan saya katakan bila tiba-tiba Aina datang dan ada perempuan lain disisi saya?" Aku mencoba mencurahkan isi hatiku.
"Tetapi pengorbanan kamu tidak seharusnya sampai seperti ini. Karena dimasa lampau, kalian baru pa-ca-ran... belum bertunangan dan tidak terikat janji suci perkawinan. Ibu tidak akan berkata ini bila Aina itu istrimu. Semua orang akan memahami posisi kamu dan pasti menyarankan hal yang sama dengan Ibu : menikahlah dengan wanita lain"
-----------------------
        Deru bus patas ini makin mendekati Yogya, biasanya esok pagi akan sampai. Perjalanan dua hari dua malam itu sama sekali tidak merisaukanku. Karena fikiranku hanya berkecamuk dengan bayang Aina. Aku mereka-reka seperti apa wajah Aina kini....... sudahkan dia menikah? apakah dia lupa padaku? Ahhhh...... pertanyaan yang tak mungkin bisa kujawab.
        Saat bus memasuki Yogya, aku langsung meminta turun di depan sekolahku. Sahabat karibku Pur sudah menunggu di depan gerbang sekolah. Setiap tahun, seperti lima belas tahun lalu. Aku berpelukan haru denganya, teman satu bangku ini amat setia kawan.
Sedetik kemudian aku menyadari ada yang berbeda dengan sekolahku. Gerbangnya dijaga satpam, mobil proyek berjajar membongkar muatan, banyak orang berpakaian kerja lalu lalang disana. Tempat itu dikelilingi pagar tinggi dari seng.
Dan mataku semakin nanar tidak percaya saat memasuki gerbang, karena gedung menjulang dua tingkat plus lab, perpus dan apapun sudah tidak ada lagi. Yang ada kini lautan kuli bangunan dan mesin molen semen yang sedang bekerja habis-habisan membangun pondasi baru yang lebih besar. Terpampang tulisan besar "Disini Akan Dibangun Mall Terbesar di Yogya"
Aku tidak peduli mall apaan, kemana gedung sekolahku?, kemana pohon mangga di halaman belakang tempat aku berkenalan dengan Aina?, dimana aku akan duduk menanti Aina datang??
Kakiku gemetar, ada nyeri di ulu hati, mukaku panas....lelah.....aku lelah Aina!.
Pur memapahku keluar dari pintu gerbang karena di usir satpam, dia nampak iba padaku, kami terduduk di tepi jalan seperti kehabisan udara untuk bernafas.. Punah sudah harapanku.
        Sebuah mobil berhenti di depan kami dan bu Tri menghampiri kami.
"Kamu benar-benar nekad Rum............. dan selalu tepat waktu, tanggal 10 juli setiap tahunnya. Kamu gila Rum..........."
Bu Tri menyodorkan secarik kertas padaku dan berkata "Beberapa bulan lalu Aina datang kesini dan hanya memberi alamat ini untukmu" aku memerimanya dengan gemetar... mungkinkah....
"Oya kamu sudah melihat sekolahkita. Sekolah itu ditutup karena sudah tidak punya murid. Yayasan menjual aset mereka"
Saat bu Tri hendak pergi beliau menatap mataku dan berkata "Rum, ikutilah jalan cinta yang ibu tunjukkan padamu"
--------------------
        Dengan sejuta gembira aku mencari alamat yang tertera di secarik kertas dari Aina, nampaknya hanya seputaran Yogya saja.
Dengan dada berdegub kencang aku mengetuk pintu dan keluarlah seorang perempuan muda bersama dua orang tuanya. Aku kecewa, buka Aina.... Sekilas aku ingat pernah melihat perempuan ini sebelumnya.
"Bade kepanggih sinten mas????" (hendak bertemu siapa mas)
"Saya ingin bertemu Aina......"
Mereka bertiga mengernyitkan kening, "Aina....??? tidak ada yang bernama Aina disini mas!"
Aku terkejut dan hanya bisa menunjukan secarik alamat dari Aina. "Alamatnya benar disini mas, tapi kami yang tinggal disini sejak dulu... Dari mana mas mendapatkan alamat ini???"
"Dari bu Tri, guru sekolahku"jawabku.
"Oohhhh........" Mereka bertiga ber oohhh... ria membuat aku semakin bingung.
        Bibir perempuan ayu ini bergetar seperti ingin mengatakan sesuatu dan dia tidak bisa menyembunyikan wajah gembiranya, matanya lekat menatapku. Gembira karena apa...??
Telapak tangan perempuan ini tertangkup di depan dagu dan dengan senyum lebar dia berkata "Berarti mas adalah lelaki yang direkomendasikan bu Tri untuk menjadi suami saya"
DEGGGG.......
Kedua orang tuanya hanya menganggukan kepala melihat kebingunganku. Perlahan aku mulai mengerti, ternyata Aina tidak pernah datang. Selamat tinggal Aina.......
(Aku Menunaikan Janjiku) TAMAT

0 komentar to “CERPEN : PERJALANAN KE SEKOLAH KITA”

Posting Komentar