CHAPTER 5:
MENUNGGU OCIT PULANG
MENUNGGU OCIT PULANG
"Ocit ke mana sih, Ma?" tanya Angga tampak kesal.
"PMR," jawab Mama acuh tak acuh.
Angga mondar-mandir di ruang tamu. Uring-uringan sendiri. "Ocit ke mana, sih?" gumamnya jengkel sambil melirik jam.
Papa yang tengah nonton tivi menoleh. Mama juga.
"Kenapa?" tanya Mama heran. "Janjian dengan Ocit?"
"Gengsi!" Angga mencibir. Tapi ia masih juga gelisah. Ia lalu membuka pintu. "Angga ke toko dulu, ya?"
Lima belas menit berlalu. Mama melirik jam, mulai merasa resah. "Ocit ke mana, ya?"
Papa ikut melirik jam. "Macet barangkali," katanya menenangkan. "Kita tunggu di luar saja, yuk?" ajaknya pada Mama.
Mereka keluar bersama-sama.
"Nunggu di depan lorong saja ya, Pa," ajak Mama tak sabar.
Papa mengangguk, menjejeri langkah Mama. Tapi langkah Mama terhenti melihat seseorang yang berdiri gelisah di ujung jalan.
"Angga!"
Angga tersentak kaget dengan mata melotot.
"Ngapain kamu di sini? Katanya mau ke toko?"
"I-iya, baru dari toko," bohongnya salah tingkah.
Mama menatapnya dengan senyum tertahan. "Nungguin Ocit, ya?"
"Ah! Nggak kok!" sangkal Angga cepat.
Papa ikut tersenyum. "Ya, sudah. Kamu saja yang nungguin Ocit," katanya seraya menggandeng Mama pulang.
Sepuluh menit kemudian Ocit membuka pintu dengan wajah cemberut. Tak lama Angga ikut masuk.
"Kok terlambat, Cit?" tanya Mama.
"Latihannya dipanjangin!" jawab Ocit ketus. Diliriknya Angga dengan mulut yang maju beberapa senti. "Norak, ih! Pakai nunggu di depan malu-maluin saja! Teman-teman Ocit pada ketawa!"
Angga menjulurkan lidah. "Siapa yang nunggu kamu?" balasnya tak mau mengaku sambil ngeloyor masuk kamar.
Mama tersenyum geli. Papa juga.
"PMR," jawab Mama acuh tak acuh.
Angga mondar-mandir di ruang tamu. Uring-uringan sendiri. "Ocit ke mana, sih?" gumamnya jengkel sambil melirik jam.
Papa yang tengah nonton tivi menoleh. Mama juga.
"Kenapa?" tanya Mama heran. "Janjian dengan Ocit?"
"Gengsi!" Angga mencibir. Tapi ia masih juga gelisah. Ia lalu membuka pintu. "Angga ke toko dulu, ya?"
Lima belas menit berlalu. Mama melirik jam, mulai merasa resah. "Ocit ke mana, ya?"
Papa ikut melirik jam. "Macet barangkali," katanya menenangkan. "Kita tunggu di luar saja, yuk?" ajaknya pada Mama.
Mereka keluar bersama-sama.
"Nunggu di depan lorong saja ya, Pa," ajak Mama tak sabar.
Papa mengangguk, menjejeri langkah Mama. Tapi langkah Mama terhenti melihat seseorang yang berdiri gelisah di ujung jalan.
"Angga!"
Angga tersentak kaget dengan mata melotot.
"Ngapain kamu di sini? Katanya mau ke toko?"
"I-iya, baru dari toko," bohongnya salah tingkah.
Mama menatapnya dengan senyum tertahan. "Nungguin Ocit, ya?"
"Ah! Nggak kok!" sangkal Angga cepat.
Papa ikut tersenyum. "Ya, sudah. Kamu saja yang nungguin Ocit," katanya seraya menggandeng Mama pulang.
Sepuluh menit kemudian Ocit membuka pintu dengan wajah cemberut. Tak lama Angga ikut masuk.
"Kok terlambat, Cit?" tanya Mama.
"Latihannya dipanjangin!" jawab Ocit ketus. Diliriknya Angga dengan mulut yang maju beberapa senti. "Norak, ih! Pakai nunggu di depan malu-maluin saja! Teman-teman Ocit pada ketawa!"
Angga menjulurkan lidah. "Siapa yang nunggu kamu?" balasnya tak mau mengaku sambil ngeloyor masuk kamar.
Mama tersenyum geli. Papa juga.
***